Yang Terbaik bagi Hamba-Nya

Bismillahirrahmanirrahim

Sumber : IG @akhwatart
Alhamdulillah, setidaknya memiliki semangat untuk menulis kembali. Jadi ceritanya kemarin sudah post 1 entri tapi pada akhirnya aku hapus. Kenapa? Eeeeh..., kenapa ya? Enggak tahu, mau aku hapus aja. Tapi sebenarnya yang ini pun mirip-mirip sama post yang aku hapus tadi. Hehehe.

Pernahkah sesuatu luput dari keinginan kita? Apa yang selama ini kita damba-dambakan, ternyata justru tidak kita dapatkan. Apa yang selama ini kita usahakan, ternyata hasilnya tidak seperti yang kita harapkan.

Mungkin selama ini kita sering mendengar, "Apa yang menimpamu tidak akan luput darimu. Dan apa yang luput darimu tidak akan menimpamu." Itulah ketetapan Allah subhanahu wa ta'ala.

Atau ungkapan, "Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya." "Allah memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan." Atau hal-hal serupanya.

Ya, sejuk didengar, namun kenyataannya ...

Kenyataannya memang sulit diamalkan. Semua terasa sesak di dada. Apa yang kita usahakan selama ini seolah berakhir sia-sia. Apa yang kita impikan terasa kelabu dan semakin jauh. Sakit memang. Jika sudah begitu, rasanya sangat benci untuk hidup. Keputusasaan menggelayuti hati. Sehingga berbagai macam perlakuan menzalimi diri sendiri terjadi.

Entahlah apa perbuatan menzalimi diri sendiri itu, kurasa teman-teman sudah banyak yang tahu, ya?

Dan hal itu, qadarullah terjadi pula padaku. Ketika aku tidak mendapatkan apa yang selama ini aku impikan, apa yang selama ini aku usahakan. Ya, tidak diterima di sebuah sekolah favorit nun jauh di ujung pulau Jawa. Menyesakkan sekali memang. Sakit, begitu sakit.

Rasanya dunia sudah berakhir (padahal juga baru mau masuk SMA). Rasanya waktu itu sudah nggak mau sekolah aja. Masa depan mbuh lah. Aku udah nggak mau sekolah. Kalo nggak di sekolah itu, aku nggak mau sekolah. Nggak ada lagi itu sekolah. Apa itu sekolah? Hah, sekolah?

Dan mencoba menghibur diri dengan menertawakannya.

Wal 'iyadzu billah...

Sehingga mendaftar ke SMA (atau setingkat) pun rasanya hanya untuk memenuhi gengsi semata. Ih, nanti dikira apa sama orang, masa anaknya bapak sama ibu nggak sekolah? Sehingga pilihanku jatuh pada sebuah sekolah berlandaskan agama yang dikelola Kementrian Agama. Nggak tahu juga ding, singkatnya namana MAN, lah .. Madrasah Aliyah Negeri.

Why, MAN? Karena waktu itu aku mencoba mempertahankan apa yang selama ini aku miliki; ilmu agama. Waktu itu aku ogah-ogahan masuk sekolah negeri, takut terbawa arus pergaulan lah, ilmu agamanya sedikit lah, dan macem-macem dan macem-macem.

Aku daftar MAN bareng salah seorang sahabatku yang dulu sempat satu kelas waktu kelas 8, jadi ya cukup dekat lah. Dia itu punya nilai UN tertinggi di sekolah, sekitar 38,.. Tapi yang tertinggi ada satu lagi, dengan nilai yang sama. Ya, dialah yang diterima di sekolah favortku nun jauh di sana itu.

Sebutlah sahabatku itu Z. Ibuku dan ibu Z saling bercakap-cakap selama proses pendaftaran. Kami melihat-lihat asrama. Bertanya pada salah seorang siswi, dan macam-macam.

Setelah mendaftar di MAN, PPDB online sekolah negeri pun juga dibuka. Aku sudah sangat antipati nggak mau daftar. Bukan antipati juga sih. Nggak mau daftar aja. Takut kalau diterima dua-duanya terus bingung milih yang mana.

Tapi dengan kekuatan ibu (baca : dipaksa), akhirnya aku daftar juga, ke salah satu sekolah negeri favorit di kota tempat tinggal. Meski dengan rasa enggan. Waktu itu mikir, mau sekolah negeri favorit, nggak peduli!

Sebenarnya waktu itu ada sekitar 3 sekolah negeri favorit, tapi aku pilih salah satunya dengen iming-iming; di situ agamanya juga bagus kok. Yaaah..., walau secara tingkat akademik mungkin bisa dibilang mulai dikalahkan sama SMA sebelah juga. Hehehe ...

Mendaftarlah aku dengan sekolah pilihanku di pilihan pertama. Waktu itu aku cuma milih satu aja. Ya, cuma satu. Sedangkan kebanyakan milih sekitar 2, atau 4 (2 sisanya untuk sekolah swasta kalau nggak salah..) untuk berjaga-jaga kalau nggak diterima di pilihan pertama.

Akhirnya setelah masuk ke ruang input data, aku ditanya. Inget banget sama pak guru yang tanya ke aku waktu itu, itu guru matematika kelas XI yang maa syaa Allah..., menggebu sekali kalau ngajar. Dan soal-soalnya selalu berbau SBMPTN.

"Loh, kamu cuma milih satu aja?" si bapak guru bertanya.
Dengan polos dan santai, aku menjawab, "Iya."
"Lah nanti kalau kamu nggak diterima di sini, kamu nggak dapat sekolah dong?!"

Yah, nggak papa. Saya masih punya MAN. Nggak sekolah juga nggak papa. Pikirku waktu itu. Benar-benar nggak ada semangat buat sekolah gara-gara masih kecewa sama penolakan SMA favorit nun jauh di sana.

"Oh, kalau gitu saya tanya Ibu dulu ya, Pak."

Namun itulah yang keluar dari lisan. Nggak mungkinlah aku mau bilang seperti yang tadi.

Setelah bertanya sama Ibu yang sedang ngobrol sama ibu-ibu lain di depan loby, akhirnya aku memilih satu dari 2 sekolah favorit tersisa. Itu pun atas jawaban Ibu dan aku udah nggak mikir lagi.

Ngomong-ngomong, temanku Z juga mendaftar ke SMA negeri yang sama denganku.

Sehingga terjadilah apa yang kutakutkan. Aku diterima di dua-duanya. Sebenarnya nilau UN-ku juga standar saja sih. Kalau aku pakai KK luar kota, pasti udah nggak diterima. Luar biasa teman-temanku yang dari luar kota itu, nilai UN-nya tinggi-tinggi dan punya prestasi non-akademik pula.

Z? Jangan tanya laa, dia pasti juga diterima di dua-duanya. Sehingga aku pun bertanya padanya sebagai bahan pertimbangan. Masih kuingat percakapanku dengannya waktu itu.

"Z, kamu jadinya milih mana?"
"Mau ke MAN, Az. Kalau ke negeri, ibuku bilang la nanti agamamu gimana? Gitu."

Ya.. dan Azka ke mana? Yap, ke SMA negeri. Why? Nggak tahu juga waktu itu kok malah milih SMA negeri. Dibilang mau coba-coba bisa, nyari persaingan bisa, atau apalah. Dah lupa waktu itu.

Di awal-awal kelas X, aku harus berulang kali menyadarkan diri aku aku sekolah di SMA negeri. Karena rasanya kalau jalan di lorong-lorong kelas gitu kaya ngelamun, ini aku di mana? Oh, aku di sekolah. Beneran, sampai harus gitu-gitu banget!

Lebay sih ya, tapi rasanya memang kaya begitu.

Walhamudillah ... justru ternyata di SMA negeri ini aku mendapat ilmu agama yang mungkin tidak akan aku dapat di MAN. Beneran deh, bersyukur sekali bisa masuk sini. Meski untuk mengamalkan ilmunya juga dirintangi dengan berbagai macam persoalan. Terlebih aku ikut ekstrakurikuler. Harus benar-benar berhati-hati dalam memilih sahabat dekat. Agama temanmu mencerminkan agamamu sendiri. Harus berhati-hati dalam melangkah. Berhati-hati dalam bergaul.

Namun jika kamu ingin menggapai keberuntungan dan meminum dari telaga (Nabi) maka bersabarlah!
Bersabarlah di dalam berpegang teguh dengan sunnah rasul sampai engkau berhasil berjumpa dengan beliau di telaga. (Syarhu durrotil mudhiyyah fii 'aqdi firaqil murdhiyah 190

Sehingga teman-temanku...
Bersabarlah jika tidak mendapat apa yang kalian inginkan. Memang sejatinya Allah 'Azza wa Jalla memang hendak memberikan apa yang hamba-Nya butuhkan. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Pasti ada hikmah di balik sebuah peristiwa.

Ohiya.., mau sekalian mengingatkan ...
Jangan lupa dzikir pagi dan sore!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan KKN

Peduli

Elektronika