Begini Rasanya
Bismillahirrahmanirrahim
Pernah tidak, kita berlaku sesuka hati kepada orang lain. Asal hati senang lah, lakuin aja. Apalagi kalau ternyata orang yang menjadi objek perlakuan kita terlihat baik-baik saja.
Namun sebenarnya, kita tidak tahu apa yang sejatinya mereka rasakan.
Setelah orang lain melakukan hal serupa pada kita, barulah kita sadar.
- Oh, begini ya rasanya jadi si A yang sering aku gituin.
- Jadi, gini ya rasanya kalau aku ngiituin si B
Dan berbagai macam rasa serupa.
Pernahkah?
Lantas kita harus berpikir ulang, untuk tidak mudah melakukan suatu hal yang mungkin bagi kita lucu, menyanangkan, namun ternyata tidak untuk orang lain.
Contohnya saja, seperti saat kita jahil menunjukkan gambar yang tidak disukai teman, seperti gambar hantu, gambar binatang menggelikan. Awalnya bagi kita, melihat ekspresi ketakutannya itu sangat lucu, menyenangkan sekali malah. Namun apa jadinya jika kita berada di posisi mereka? Apakah kita suka jika teman-teman kita sendiri menertawakan ketakutan kita?
Ternyata begitu rasanya.
Seperti saat kita mengacuhkan teman kita, atau mempermainkan mereka, lantas kita merasa puas. Tidak penting memang, sebenarnya. Namun ketika kita balik diacuhkan, dipermainkan, apakah kita sendiri merasa senang?
Kurasa tidak.
Kecuali, jika aku mau menyadari bahwa ini semua akibat perbuatanku sebelumnya. Dan tidak akan mengulanginya lagi.
*senyum
Pernah tidak, kita berlaku sesuka hati kepada orang lain. Asal hati senang lah, lakuin aja. Apalagi kalau ternyata orang yang menjadi objek perlakuan kita terlihat baik-baik saja.
Namun sebenarnya, kita tidak tahu apa yang sejatinya mereka rasakan.
Setelah orang lain melakukan hal serupa pada kita, barulah kita sadar.
- Oh, begini ya rasanya jadi si A yang sering aku gituin.
- Jadi, gini ya rasanya kalau aku ngiituin si B
Dan berbagai macam rasa serupa.
Pernahkah?
Lantas kita harus berpikir ulang, untuk tidak mudah melakukan suatu hal yang mungkin bagi kita lucu, menyanangkan, namun ternyata tidak untuk orang lain.
Contohnya saja, seperti saat kita jahil menunjukkan gambar yang tidak disukai teman, seperti gambar hantu, gambar binatang menggelikan. Awalnya bagi kita, melihat ekspresi ketakutannya itu sangat lucu, menyenangkan sekali malah. Namun apa jadinya jika kita berada di posisi mereka? Apakah kita suka jika teman-teman kita sendiri menertawakan ketakutan kita?
Ternyata begitu rasanya.
Seperti saat kita mengacuhkan teman kita, atau mempermainkan mereka, lantas kita merasa puas. Tidak penting memang, sebenarnya. Namun ketika kita balik diacuhkan, dipermainkan, apakah kita sendiri merasa senang?
Kurasa tidak.
Kecuali, jika aku mau menyadari bahwa ini semua akibat perbuatanku sebelumnya. Dan tidak akan mengulanginya lagi.
*senyum

Selalu ambil hikmah dari setiap tindakan. Semua orang pernah salah. Lama kelamaan dari situ dengan sendirinya akan peka untuk menghargai perasaan orang lain sebelum mengambil sikap.
BalasHapus