Kereta Api #2
Bismillahirrahmanirrahim~
Mumpung masih liburan.
Sebelumnya, maaf enggak bisa nampilin foto keretanya, karena enggak punya fotonya hehe. Mau nyomot di google juga agak gak enak.
Dan karena akumemang bukan penggemar kereta api, cuma suka sama peluitnya aja hehe, maaf juga kalau informasinya memang cuma sebatas apa yang aku tau. Dan ini memang cuma cerita aja kan. Setelah tentang KA Prameks, kali ini mau cerita tentang pengalamanku naik kereta jarak jauh
Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, aku biasa naik KA Kahuripan untuk ke Kediri. Beberapa tahun terakhir saja sih. Seingatku, dulu aku juga pernah naik KA Malabar, atau bahkan juga KA Madiun Jaya. Waktu itu tidak terlalu peduli karena ya yang penting sampai tujuan, hehehe.
KA Kahuripan adalah kereta api ekonomi AC dengan relasi Blitar-Kiaracondong, PP. Biasanya ya naik kereta sama Ibuk, ke Kediri. Tapi di Ramadhan 1439 H, tepatnya di tahun 2018 kemarin, aku ke Kediri bareng mbak dan keluarga kecilnya; suami serta anaknya yang masih usia setahunan. Mungkin karena memang belum hari raya, kereta cukup sepi. Kalau kereta sepi, sebenarnya enakan pinjam kursi lain untuk dibuat tiduran sampai pemilik kursinya datang. Tapi aku enggak begitu, belum berinisiatif aja.
Pulang dari Kediri, naik KA Kahuripan lagi. Karena ribut sama ponakan, akhirnya aku pindah tempat duduk, mencari ketenangan. Lumayan, waktu itu kereta juga masih lumayan sepi. Etapi ternyata, waktu berhenti di Stasiun Madiun, penumpang yang naik ternyata banyak. Aku terpaksa kembali ke kursiku. Padahal baru juga sebentar menikmati ketenangan.
Pada tahun 2014, aku berkesempatan ke Surabaya untuk mengikuti suatu kegiatan. Masih bersama Ibuk. Kalau enggak salah, waktu itu naik KA Mutiara Selatan. Itu pertama kalinya naik kereta api di kelas bisnis. Nyaman sudah jelas. Waktu itu sempat beli makan malam di kereta, dan memang sudah sewajarnya jika harga makanan di kereta akan menjadi lebih mahal. Cuma waktu itu ya ngehe, kaget aja mahal banget.
Liburan semester gasal tahun ini, teman SMA-ku mengajak untuk liburan ke Bandung. Waaah. Pernah sih ke Bandung, waktu study tour SMP. Tujuan kami ke Bandung selain liburan adalah bersilaturahim ke teman SMA yang kuliah di ITB. Teman kami yang dari STAN dan juga liburan pun sudah merencanakan liburannya ke Bandung. Kebetulan waktu itu aku baru aja habis mengikuti musyawarah anggota UKM kampus di Jogja, jadi agak mikir-mikir. Tapi setelah minta izin, akhirnya diizinkan.
Karena sudah pernah naik KA Kahuripan yang perjalanannya berakhir di Stasiun Kiaracondong, aku mengusulkan ke temanku ini untuk naik KA Kahuripan saja. Yap, karena harga tiket kelas ekonomi masih bisa kami toleransi dengan sisa uang saku selama merantau satu semester yang lalu. Tapi ternyata tiket KA Kahuripan untuk tanggal keberangkatan yang kami inginkan sudah habis terjual. Stasiun Kiaracondong pun, jika dilihat dari Maps, jaraknya lebih jauh ke ITB, dibandingkan jarak antara Stasiun Bandung ke ITB. Tapi jika mau turun di Stasiun Bandung, artinya harus rela mengeluarkan lebih banyak uang. Dengan tegas dan jelas, temanku ini menolah. Tentu saja aku juga enggak mau.
Akhirnya kami naik KA Pasundan, kereta api kelas ekonomi AC yang memiliki relasi Surabaya Gubeng - Kiaracondong, PP. Tapi berhubung untuk tanggal pulang, tiket KA Kahuripan masih tersedia, kami pun memesannya untuk perjalanan pulang.
Perjalanan Purwosari-Kiaracondong menjadi perjalanan pertamaku ke Jawa Barat, menggunakan kereta api, setelah sebelumnya hanya pergi ke Kediri. Perjalanan dengan KA Pasundan pun juga menjadi perjalanan 10 jam pertamaku.
Haduh, yakin duduk terus selama 10 jam perjalanan? Sebenarnya aku pengen nyoba ke kereta makan/restorasi yang terangkai sebelum gerbong 4. Tapi aku di gerbong 5 dan cukup ragu untuk melangkahkan kakiku di sepanjang gerbong 4 demi mencapai kereta makan. Akhirnya, karena kursiku dekat dengan pintu kereta, aku pun sesekali melarikan diri ke bordes. Ya, lumayan daripada duduk terus-menerus juga enggak baik untuk kesehatan.
Di perjalanan pulang dengan KA Kahuripan, kereta terlambat satu jam ketika sampai di Stasiun Purwosari. Perjalanan yang seharusnya memakan waktu sekitar 9 jam saja, juga menjadi 10 jam. Namun kali ini, karena merupakan perjalanan malam, aku bisa betah duduk di kursi sambil tidur. Bahkan aku enggak sadar kalau kereta sudah sampai di stasiun tujuan. Alhamdulillah waktu itu aku sudah menurunkan barang-barangku dari bagasi atas saat kereta berhenti di Stasiun Lempuyangan, jadi enggak terburu-buru. Alhamdulillah juga temanku yang menemani perjalanan PP Purwosari-Kiaracondong ini bangun, enggak tidur kaya aku, jadinya dia sadar dan mengingatkanku untuk turun. Coba kalau kami enggak sadar? Bisa bablas sampai mana nanti?
Mumpung masih liburan.
Sebelumnya, maaf enggak bisa nampilin foto keretanya, karena enggak punya fotonya hehe. Mau nyomot di google juga agak gak enak.
Dan karena akumemang bukan penggemar kereta api, cuma suka sama peluitnya aja hehe, maaf juga kalau informasinya memang cuma sebatas apa yang aku tau. Dan ini memang cuma cerita aja kan. Setelah tentang KA Prameks, kali ini mau cerita tentang pengalamanku naik kereta jarak jauh
Seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya, aku biasa naik KA Kahuripan untuk ke Kediri. Beberapa tahun terakhir saja sih. Seingatku, dulu aku juga pernah naik KA Malabar, atau bahkan juga KA Madiun Jaya. Waktu itu tidak terlalu peduli karena ya yang penting sampai tujuan, hehehe.
KA Kahuripan adalah kereta api ekonomi AC dengan relasi Blitar-Kiaracondong, PP. Biasanya ya naik kereta sama Ibuk, ke Kediri. Tapi di Ramadhan 1439 H, tepatnya di tahun 2018 kemarin, aku ke Kediri bareng mbak dan keluarga kecilnya; suami serta anaknya yang masih usia setahunan. Mungkin karena memang belum hari raya, kereta cukup sepi. Kalau kereta sepi, sebenarnya enakan pinjam kursi lain untuk dibuat tiduran sampai pemilik kursinya datang. Tapi aku enggak begitu, belum berinisiatif aja.
Pulang dari Kediri, naik KA Kahuripan lagi. Karena ribut sama ponakan, akhirnya aku pindah tempat duduk, mencari ketenangan. Lumayan, waktu itu kereta juga masih lumayan sepi. Etapi ternyata, waktu berhenti di Stasiun Madiun, penumpang yang naik ternyata banyak. Aku terpaksa kembali ke kursiku. Padahal baru juga sebentar menikmati ketenangan.
Pada tahun 2014, aku berkesempatan ke Surabaya untuk mengikuti suatu kegiatan. Masih bersama Ibuk. Kalau enggak salah, waktu itu naik KA Mutiara Selatan. Itu pertama kalinya naik kereta api di kelas bisnis. Nyaman sudah jelas. Waktu itu sempat beli makan malam di kereta, dan memang sudah sewajarnya jika harga makanan di kereta akan menjadi lebih mahal. Cuma waktu itu ya ngehe, kaget aja mahal banget.
Liburan semester gasal tahun ini, teman SMA-ku mengajak untuk liburan ke Bandung. Waaah. Pernah sih ke Bandung, waktu study tour SMP. Tujuan kami ke Bandung selain liburan adalah bersilaturahim ke teman SMA yang kuliah di ITB. Teman kami yang dari STAN dan juga liburan pun sudah merencanakan liburannya ke Bandung. Kebetulan waktu itu aku baru aja habis mengikuti musyawarah anggota UKM kampus di Jogja, jadi agak mikir-mikir. Tapi setelah minta izin, akhirnya diizinkan.
Karena sudah pernah naik KA Kahuripan yang perjalanannya berakhir di Stasiun Kiaracondong, aku mengusulkan ke temanku ini untuk naik KA Kahuripan saja. Yap, karena harga tiket kelas ekonomi masih bisa kami toleransi dengan sisa uang saku selama merantau satu semester yang lalu. Tapi ternyata tiket KA Kahuripan untuk tanggal keberangkatan yang kami inginkan sudah habis terjual. Stasiun Kiaracondong pun, jika dilihat dari Maps, jaraknya lebih jauh ke ITB, dibandingkan jarak antara Stasiun Bandung ke ITB. Tapi jika mau turun di Stasiun Bandung, artinya harus rela mengeluarkan lebih banyak uang. Dengan tegas dan jelas, temanku ini menolah. Tentu saja aku juga enggak mau.
Akhirnya kami naik KA Pasundan, kereta api kelas ekonomi AC yang memiliki relasi Surabaya Gubeng - Kiaracondong, PP. Tapi berhubung untuk tanggal pulang, tiket KA Kahuripan masih tersedia, kami pun memesannya untuk perjalanan pulang.
Perjalanan Purwosari-Kiaracondong menjadi perjalanan pertamaku ke Jawa Barat, menggunakan kereta api, setelah sebelumnya hanya pergi ke Kediri. Perjalanan dengan KA Pasundan pun juga menjadi perjalanan 10 jam pertamaku.
Haduh, yakin duduk terus selama 10 jam perjalanan? Sebenarnya aku pengen nyoba ke kereta makan/restorasi yang terangkai sebelum gerbong 4. Tapi aku di gerbong 5 dan cukup ragu untuk melangkahkan kakiku di sepanjang gerbong 4 demi mencapai kereta makan. Akhirnya, karena kursiku dekat dengan pintu kereta, aku pun sesekali melarikan diri ke bordes. Ya, lumayan daripada duduk terus-menerus juga enggak baik untuk kesehatan.
Di perjalanan pulang dengan KA Kahuripan, kereta terlambat satu jam ketika sampai di Stasiun Purwosari. Perjalanan yang seharusnya memakan waktu sekitar 9 jam saja, juga menjadi 10 jam. Namun kali ini, karena merupakan perjalanan malam, aku bisa betah duduk di kursi sambil tidur. Bahkan aku enggak sadar kalau kereta sudah sampai di stasiun tujuan. Alhamdulillah waktu itu aku sudah menurunkan barang-barangku dari bagasi atas saat kereta berhenti di Stasiun Lempuyangan, jadi enggak terburu-buru. Alhamdulillah juga temanku yang menemani perjalanan PP Purwosari-Kiaracondong ini bangun, enggak tidur kaya aku, jadinya dia sadar dan mengingatkanku untuk turun. Coba kalau kami enggak sadar? Bisa bablas sampai mana nanti?
Komentar
Posting Komentar