22 Desember 2015 dan Selamanya

~Bismillahirrahmanirrahim~

Tanggal 22 Desember. Pembaca tau itu, kan? Yup, Hari Ibu Nasional. Masih njaman nggak sih, anak-anak hitz masa kini ngucapin hari ibu semacam, "Aku sayang ibu..." atau "Maafin aku ya, Bu..." di media sosial? Hmmm, mungkin masih. Soalnya akhir-akhir ini saya jarang buka media sosial. Ya palin pol WA, BBM, sama Instagram lah. Hehehe... Soalnya juga saya mulai memasuki dimensi lain dari kehidupan. Wuuuuus, jauh amat. Ya, berlebihan sih. Anggap aja sibuk. Jadi lebih deket sama HP daripada komputer atau laptop. ---sama sekali nggak ada perubahan---

Oiya, saya jarang muncul lagi ya? Ya itu, gara-gara udah beda dimensi tadi.

Hmmm, tentang yang ngucapin "Selamat Hari Ibu" di media sosial itu, sebenarnya saya nggak tau apa-apa juga sih. Soalnya pada tanggal itu tahun ini, singkatnya 22 Desember 2015, saya sama sekali tidak bersentuhan dengan media sosial. Justru kaki ini tengah melangkah menyusuri jalan menanjak. Tangan ini sibuk memainkan ranting pohon. Bibir ini asyik tersenyum dan melebar tawa.

22 Desember 2015, hari yang sangat bersejarah untukku, dan 38 (46, red) perisaiku lainnya.


Bagaimana mungkin aku mau lupa. Tentang sebuah hari di mana aku terbangun di kelas XI IPS 2. Terbangun di atas tikar, di antara teman-teman perempuan yang sibuk hendak shalat Subuh. Uh... Kuucapkan syukur alhamdulillah telah melewati Jurit Malam. Telah kulupakan teriakan-teriakan hantu yang sempat membuatku dan teman-temanku terkejut bahkan menjerit ketakutan. Namun masih kuingat perjuanganku di setiap pos dalam menjalankan tugas. Mengucapkan komitmen, push up, mars, mencari foto, dan menangani korban. Sungguh, itu sangat berkesan.

Namun sangat menyebalkan ketika mengingat pandangan pertamaku adalah pocong yang melompat-lompat.

Sebenarnya apa yang terjadi?
Sudah kuwanti-wanti diriku sebelum masuk ke gedung sekolah sore sebelumnya. "Aku di sekolah sekarang." Sudah kuucapkan dengan gembira malam hari selepas bebas dari pos-pos hantu, "Waah, kita di SMANSA malam-malam!"

Hmmm, mungkin sudah tertebak. Mungkin juga belum. Tak perlulah kuberi tahu. Heeeheeeheee...

22 Desember 2015. Bagaimana mungkin aku lupa. Ketika empat teman laki-laki memimpin senam dengan gerakan yang sangat konyol. Saat aku bercerita kepada sahabatku tentang seseorang sebelum sarapan di lapangan depan sekolah. Saat aku menghitung dan mendapat nomor 1. Aku satu kelompok dengan Korsa yang juga satu kelompok denganku sebelumnya, padahal sudah diacak lagi. Haaa~

Masih aku ingat aku terkejut selepas kembali dari kamar mandi, mereka telah membentuk lingkaran. Lalu dua kakak yang kami kenal membuat permainan.

"Instruksinya, diikuti ya, apa yang kakak omongin.."
"Iyaaa"
"Ayam ayam itik itik!"
"Ayam ayam itik itik!"
"Itik itik itik itik!"
"Itik itik itik itik!"
"Ayam ayam itik ayam!"
"Ayam ayam itik ayam!"
"Berapa jumlah ayam?"
---sibuk menghitung---
"Lima!"
"Kok lima?"

Dan setelah menyadarinya, kami tertawa bersama. Bagaimana mungkin aku bisa lupa ketika ada temanku yang baru menyadari lucunya di mana.

"Ini Ayam (jempol). Yang ini Kambing(telunjuk). Kalau yang ini Sapi (tengah)."
--angguk-angguk---
"(jempol) kalau yang ini?"
"Sapi!"

Nah, sudah ketahuan deh game-game dari dua kakak itu.

Bagaimana aku bisa lupa ketika aku yang bisa menjawab siapa koordinator (ketua) dari salah satu divisi yang si Mantan Korsa tidak bisa menjawabnya. Qeqeqe... Saat aku membantu teman satu kelompokku untuk menjawab siapa saja nama kakak kelas dalam batas jumlah 10 namun pada akhirnya disuruh menyebutkan semua. Hmmm...

Juga tentang ekspresi si kakak yang sebal karena lupa memberi kelompokku brosur untuk dibagikan sebelum berangkat travelling.

Saat aku menjadi korban. Saat kami membagikan brosur ke anak-anak, mbak-mbak, tukang becak, ibu-ibu, dimasukin ke kotak surat, dimasukin lewat pagar rumah, sampai diselipin ke mobil. Saat kami makan suatu makanan berwarna jingga campuran biskuit, air, dan bawang. Jujur aku hampir muntah. 

Ketika kami memotong kuku orang-orang luar biasa yang tak ada seorangpun mampu memotongnya kecuali dengan kasih sayang. Hehe.. Ketika kami istirahat karena rasanya tempurung lutut ini mulai tergerogoti oleh sesuatu bernama lelah. Ketika dia bercerita tentang kenarinya yang mati. Ketika dia mbedo guguk sehingga kami salah fokus dan akhirnya tersesat, eh nyasar.

Jadi begini cerita nyasarnya.
Temanku, cewek, dia tu sok-sokan banget berani sama guguk. Dia tepuk tangan sekali ke si guguk dan si guguk lari. Ya enggak lari sih. Karena sebenernya aku takut juga sama guguk. aku nunduk terus biar kelihatan biasa-biasa aja. And then kami berjalan lurus. Jauh sekali. Menyusuri jalan menanjak yang melelahkan. Sampai di jalan raya, eh kok gak ada yang nyeberangin atau gimana. Bahkan kami hampir nekat mau nyeberang sendiri padahal jalannya rame dengan bus dan truk besar. Alhamdulillah akhirnya kami memutuskan untuk kembali.

Sampai akhirnya kami menyadari sebuah kesalahan. Ada tanda palang ungu yang berarti kami harus belok kiri, bukan lurus. Bahkan setelah melewati jalan yang benar, dua guguk menggonggong kepada kami. Sontak aku diam saja sementara teman-temanku yang lain berlari. Alhamdulillah dua guguk itu kembali masuk ke dalam rumah.

Cerita tentang guguk belum selesai. Setelah itu - lama sih - kami menemui guguk lagi yang lebih besar. Alhamdulillah si guguk jalan aja, nggak menggonggong ke kami.

Bagaimana juga aku bisa lupa bagaimana aku terkejut. Terkejut! Pertama kali aku lihat babi hidup secara nyata, setelah selama ini aku cuma tau dari gambar! Babinya gede gitu. Subhanallah.. Itu babi dan aku lihat babi, pertama kali.

Ohiya, tentang tugas sosialisasi yang cuma mendapat 4 pendengar padahal targetnya 10 dalam 5 menit. Aku saja mencoba menerangkan kepada salah seorang pendengar dan si pendengar alhamdulillah mau mendengarkan, namun justru membicarakan hal lain seolah aku menjual produk padahal enggak. 

Hei.. Tentu saja aku masih ingat ketika kita makan pisang karamel sekelompok dibagi-bagi. Kakak-kakaknya baik banget, beliin kami pisang karamel. Tapi usilnya, kami sekelompok dibekali satu ranting.

"Biar kayak wong bodho. Dulu aku juga gitu, dikatain orang gila, orang gila."
Ppfft... Mbak.. lucu banget sih. Sampai-sampai di pos selanjutnya kami membuat bingung kakak-kakak, ngapain bawa ranting segala. Eh, tapi hubungannya orang bodho sama orang gila, apa? Oh, mungkin sama kali ya. 

Tentu saja aku masih ingat ketika kami berusaha membawa bola dengan sumpit, menyalurkan bola berlubang berisi air dan menjaga airnya tidak tumpah padahal ya tetep aja tumpah ke mana-mana. 

Hihihi... Iya, aku capek. Capek banget. Sampai aku mengeluh terus pengen istirahat. Alhamdulillah akhirnya sampai di basecamp dan istirahat.

Sampai akhirnya kami dihadapkan pada sesuatu yang pahit. Ketegangan menyelimuti kami. Kami berhadapan dengan sosok-sosok yang lebih berpengalaman dari kami. Mempertanyakan kelayakan kami. Sungguh, menakutkan sekali.

Sampai akhirnya hukuman itu datang. Dan...

Bagaimana mungkin?!

Bagaimana mungkin suasana tegang itu menjadi haru ketika aku menangis dan benar-benar menangis. Seolah aku tak terima dengan kenyataan. Namun air mata yang menetes pada semua pipi teman-temanku adalah air mata kebahagiaan. Ketika benda itu telah melingkar di leher kami, segala macam capek itu menghilang.

Bagaimana aku bisa lupa. Tentang sebuah proses menyakitkan yang berakhir haru dan bahagia. Bagaimana sebuah keadaan tegang itu menjadi haru lalu bahagia di tengah guyuran air. Keadaan saat itu tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Aku belum pernah mendapat yang sebesar itu. Sungguh, itu sangat membuatku bahagia. Aku ingin kembali untuk mengulang saat aku menangis. Sudah, sampai menangis saja. 

22 Desember 2015 adalah lahirnya Perisai, pendamping Matahari yang Terlahir dari Hati. 
Akan selalu kuingat saat itu, saat slayer kuning melingkar di leherku.

Biarkan aku hidup dalam kenanganmu, bukan dalam selembar kertas berwarna atau memori smartphone-mu. Sungguh, biarlah itu. Dan... Izinkan aku menulis kisahmu dalam lembar-lembar kehidupanku, yang akan selalu kuingat selalu.
#14-Perisai


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan KKN

Peduli

Elektronika